Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Legenda Toakala, Sang Raja Kera Putih

Legenda Toakala, Sang Raja Kera Putih

TOAKALA adalah sebuah parikadong (cerita rakyat) yang populer di Kabupaten Maros. Menceritakan tentang Kerajaan Toale atau hutan yang sekarang berlokasi di wilayah kawasan Taman Wisata Alam Bantimurung.



Bermula ketika lahir seorang putri cantik jelita di Kerajaan Cendrana yang diberi nama Bissudaeng. Karena kecantikan dan kelembutannya, jangankan kaum lelaki pada zaman itu, binatang pun tertarik dan akrab kepadanya.

Tersebutlah seorang raja di Kerajaan Toakala yang memerintah bangsa kera, ketika sunyi melarutkan semedinya, kecapi emas di pangkuannya sesekali terdengar menghenyakkan alam Benti Merrung (nama asli Bantimurung), maka teringatlah ia kepada Bissudaeng saat pertemuanya pada pesta raga yang diadakan di Kerajaan Marusu.

Dalam semedinya ia menerawang, terdengar alunan syair lampau yang seumur dengan alam tersebut; “Ndi, sudah dua purnama kita tak bertemu, badanku gemetar hingga kelubuk hatiku, aku takkan biarkan Karaeng (Raja) mengurungmu di Istana Cendrana."

"Oh angin, sampaikan rinduku kelubuk hatinya, sebab tak bersamanya serupa dengan kematian. Jika aku tak mempersuntingmu Bissudaeng, biarlah para Dewa mengutukku. Bissu Daeng, Oh... Bissu Daeng, aku bersumpah! O... Boting Langi* Kutuklah aku menjadi kera putih jika takdirku tak bisa mempersuntingnya".

Tiba-tiba bumi berguncang, langit menyeramkan, angin bertiup kencang, petirpun menyambar menjemput sumpah Toakala. Melihat kejadian yang tiba-tiba itu bala tentara Toakala datang dengan tergopoh-gopoh penuh keheranan.

“Ada apa Toa, kenapa teriak-teriak yang menyebabkan alam bergemuruh, padahal aku sementara mengintai Bissudaeng Toa, lihatlah di istana Cendrana selalu ramai. Bissudaeng dikelilingi Tau Kabbalana (kebal senjata) Cendrana," seru kera-kara tersebut. “Tapi kita pakai akal Toa”, sambil sikapnya melirik pada tuannya, kata seekor kera, panglima dari kelompok kera tersebut.

Tiba-tiba seekor kera  meraih bende (semacam teropong) dan mengintai kerajaan Cendrana. Sambil mengelus-elus badannya, Puto Bambang Riabbo bertanya pada temannya yang memegang bende; “Siapa yang kau lihat?" Dengan berbisik Puto Manniri Ballo menjawab; "Bissu Daeng." Karena penasaran ingin melihat Bissu Daeng, kelima bala tentara Toakala itu berebut bende.

Puto Garese Ribulo berhasil merebut teropong itu, sambil menggamati, ia pun berkata dengan kesalnya; "Ede, deeeeeeeeh, ka bukan Bissudaeng, tau lolo (anak gadis) mandi di Sungai." Dengan geram Toakala memanggil tentaranya beranjak dari tempat itu.

Pada sebuah taman dekat Balla Lompoa (rumah kerajaan), terdengarlah riuh merdu suara seorang wanita. Setelah beberapa kerumunan yang melingkarinya bergeser, tampaklah  Bissudaeng dihiasi kupu-kupu, pada mahkotanya, rupannya ia sedang bermain dengan dayang-dayangnya. Tapi tak lama setelah keceriaan itu tampaklah sang putri sedang dilanda gundah gulana.

Tanrosai salah seorang dayang-dayang bertanya; “Kenapa putri tidak berusaha membujuk Karaeng untuk tidak meneruskan keinginannya menjodohkan putri dengan putra Kerajaan Marusu, bukankah putri...? Bissudaeng memotong pembicaraan Tanrosai; “Toakala maksudmu Tanrosai, Karaeng adalah ayahandaku, Toakala adalah hidupku. Tapi perjodohan ini sudah tergaris sejak aku masih dalam ayunan."

Tiba-tiba Kanang, dayang lain berbicara meskipun dengan suara yang gemetar; “Maafkan saya putri jika hamba lantang bicara, seandainya putri meninggalkan istana ini, apa yang akan terjadi?" "Perang kanang," kata Tanrosai jelas-tegas. Kanang menimpali; "Artinya jika itu gagal, Kerajaan Marusu akan memerangi Kerajaan Cendrana?"

Dengan perasaan gundah gulana, Bissudaeng meninggalkan taman itu bersama dayang-dayangnya menuju istana. Tak dinyana tiba-tiba, Bissudaeng dicegat sekelompok pasukan kera, alhasil Bissudaeng pun diculik, sambil diarak oleh sekelompok kera yang membawanya menuju jalan ke istana Kerajaan Toakala di Bantimurung.
Halim
Halim Introvert Yang Senang Baca Buku dan Traveling

Posting Komentar untuk " Legenda Toakala, Sang Raja Kera Putih "